Jenis-jenis Penerjemahan
1. Definisi Penerjemahan
Dalam bidang teori penerjemahan terdapat istilah translation dan interpretation yang di gunakan dalam konteks yang berbeda-beda meskipun kedua istilah itu terfokus pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran . Pada umumnya istilah translation mengacu pada pengalihan pesan tertulis dan lisan. Namun, jika kedua istilah tersebeut dibahas secara bersamaan, maka istilah translatoin menunjuk pada pengalihan pesan tertulis dan istilah interpretation mengacu hanya pada pengalihan pesan lisan. Perlu pula kita bedakan antara kata penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata penerjemahan mengandung arti proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari suatu penerjemahan.
Para pakar teori penerjemahan mendefinisikan penerjemahan dengan cara yang berbeda-beda. Definisi-definisi penerjemahan yang mereka kemukakan ada yang lemah, kuat, da ada pula yang saling melengkapi satu sama lain. Catford (1965), misalnya, Mendefinisikan penerjemahan sebagai proses penggantian suatu teks bahasa sumber dengan teks bahasa sasaran. Seorang penerjemah tidak akan mungkin dapat menggantikan teks bahasa sumber dengan bahasa sasaran karena struktur kedua bahasa itu pada umumnya berbeda satu sama lain. Materi teks bahasa sumber juga tidak pernah digantikan dengan materi teks bahasa sasaran. Selanjutnya, Kridalaksana (1985) mendefinisikan penerjemahan sebagai pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya. Definisi ini lebih banyak dianut karena alsan-alasan tertentu. Pertama, suatu konsep dapat diungkapkan dalam dua bahasa yang berbeda. Kedua, setiap pesan yang dialihkan pasti diungkapkan atau diwujudkan dalam bentuk bahasa baik secara lisan maupun secara tertulis. gaya bahasa terjemahan merupakan salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam setiap kegiatan menerjemahkan.
2. Jenis-Jenis penerjemahan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ikut mendorong kegiatan penerjemahan, mengingat sebagian besar buku-buku pengetahuan yang tersebar masih dalam bahasa asing. Latar belakang itulah yang akhirnya semakin mendorong para penerjemah untuk berlomba menghasilkan karya terjemahan yang berkualitas.
Pada dasarnya Catford (1974:16) hanya menyebutkan tiga jenis penerjemahan yaitu: 1) penerjemahan kata per kata(word for word translation), 2) penerjemahan harfiah (literlal translation), dan 3) penerjemahan bebas (free translation). Tapi dalam prakteknya proses penerjemahan diterapkan berbagai jenis penerjemahan. Hal itu disebabkan oleh 4 faktor, yaitu: 1) Adanya perbedaan sistem bahasa sumber dengan sistem bahasa sasaran, 2) adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan, 3) adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi, dan 4) adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks. Dalam kegiatan menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tidak selalu berdiri sendiri dalam artian bahwa ada kemungkinan kita menerapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam menerjemahkan sebuah teks.
3. Penerjemahan Kata Demi Kata (word for word translation)
Penerjemahan kata demi kata adalah suatu jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata. Dalam melakukan tugasnya , penerjemahan hanya mencari padanan kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran, tanpa mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat aslinya. Penerjemahan tipe ini bisa diterapkan hanya kalau bahasa sumber dan bahasa sasaran mempunyai struktur yang sama. Sebaliknya, kalau struktur kedua bahasa itu berbeda satu sama lain, penerjemahan kata demi kata seyogyanya dihindari karena hasilnya akan sulit dipahami dan struktur kalimatnya tentu saja menyalahi struktur kalimat bahasa sasaran. Berikut ini contohnya:
I like that clever student.
(Saya menyukai itu pintar anak)
Penutur asli bahasa Indonesia secra spontan akan mengatakan bahwa struktur kalimat terjemahan diatas salah meskipun makna kalimat itu sebenarnya mudah ditangkap. Permasalahan akan semakin rumit jika penerjemahan tipe ini digunakan untuk menerjemahkan kalimat berikut ini
Two third of the applicant are interested in studying technology management.
(Dua ketiga dari itu pelamar-pelamar adalh tertarik dalam mempelajari teknologi manajemen.)
Tanpa membaca kalimat bahasa inggrisnya, kita akan mengalami kesulitan dalam menangkap makna kalimat terjemahan itu, kita pun akan mengalami kesulitan dalam memperbaikinya.
Dan perhatikan contoh lain berikut ini:
Myta is a teacher in elementary school. She teaches grade four. She has 33 students, 15 boys and 18 girls. She likes them all, and her students like her too. She is very patient and help them. She is very good teacher.
Selanjutnya, perhatikan terjemahan kalimat kalimat yang di garis bawahi:
She teaches grade four = Dia mengajar kelas empat
She has 33 students,15 boys and 18 girls = Dia mempunyai 33 murid, 15 laki-laki
dan 18 perempuan
Penerjemahan kalimat-kalimat tersebut bersifat kata demi kata secara lansung. Tiap kata bahasa Inggris digantikan dengan kata padanannya dalam bahasa Indonesia. Demikian pula strukturnya mengandung unsur subyek, verba, dan obyek. Dan bagaimanapun juga kalimat kalimat seperti diatas jarang kita temukan dalam aktivitas menerjemahkan yang sesungguhnya, yakni menerjemahkan Word For Word
4. Penerjemahan Bebas( free translation)
Penerjemahan bebas adalah penerjemahan yang selalu terikat oleh sistem kebahasan. Seperti diungkapkan oleh catford (1974:25) ”A free translation is always unbounded equivalences shunt up, and down the rank scale, but tend to be at the higher ranls-sometimes between larger units than sentence”.
Penerjemahan harus mampu menangkap amanat dalam bahasa sumber pada tataran paragraf atau wacana secara utuh dan kemudian mengalihkan serta mengungkapkannya dalam bahasa sasaran. Hal itu sukar dilakukan terutama oleh penerjemah yang belum berpengalaman. Kalau pun ada terjemahan bebas, terjemahan yang seperti itu pada umumnya hanya terbatas pada tataran frasa, klausa, atau kalimat. Unkapan-unkapan idiomatik dan peribahasa seringkali diterjemahkan secara bebas, seperti contoh berikut ini.
-To play truant (membolos)
-To kick something around (membahas)
-Killing two birds with one stone (menyelam sambil minum air)
Penerjemahan bebas tidak sama dengan penyaduran. Pesan dalam terjemahan bebas harus tetap setia pada pesan yang terkandung dalam bahasa sumber. Penerjemahan hanya mempunyai kebebasan yang terbatas dalam mengungkapkan pesan itu dalam bahasa sasaran; dia tidak mempunyai kebebasan dalam memodifikasi karya asli.
Terjemahan bebas bukanlah terjemahan yang memperlakukan bahasa sumber secara sewenang-wenang yaitu dengan cara meringkas atau memendekan yang panjang. Akan tetapi pengertian terjemahan bebas disini adalah kebebasan dalam mengungkapkan pesan dalam bahasa sasaran.
Terjemahan bebas bukanlah terjemahan yang memperlakukan bahasa sumber secara
sewenang-wenang yaitu dengan cara meringkas atau memendekan yang panjang. Akan tetapi pengertian terjemahan bebas disini adalah kebebasan dalam mengungkapkan pesan dalam bahasa sasaran.
5. Penerjemahan Harfiah (literal translation)
Penerjemahan ini terletak antara penerjemahan bebas (free translation) dan penerjemahan kata demi kata (word for word translation). Penerjemahan ini dapat dimulai dari terjemahan kata demi kata akan tetapi di buat perubahan dan di desuaikan dengan kata dalam bahasa sasaran. Catford (1974:26) Mendefinisikannya sebagai berikut: ”literal translation lies between these extremes (free translation and word for word translation); it may start, as it were, from a word-for-word translation, but make changes in conformity with TL grammar”.
6. Penerjemahan Pragmatik (pragmatic translation)
Jenis terjemahan ini mengacu pada penerjemahan suatu pesan yang menekankan pada ketepatan informasi yang disampaikan dalam BSU (Brislin, 1976:3). Jika di perlukan penerjemah harus menambah beberapa informasi untuk membuat terjemahannya lebih jelas bagi pembaca( Nababan, 1997:25). Penerjemahan pragmatik tidak begitu memperhatikan aspek bentuk astetik BSU. Contoh penerjemahan pragmatik dapat dilihat dalam penerjemahan dokumen-dokumen teknik dan niaga yang lebih mengutamakan informasi atau fakta. Beriku ini beberapa contoh terjemahan pragmatik:
White cross baby powder is soft and smoothing. It absorbs moisture and keeps baby cool and comfortable. It contains Chlorhexidine, and antiseptic widely used in hospitals and clinics.
(White cross baby powder lembut dan halus, menyerap kelembaban, menjaga kesegaran dan kenyamanan bayi anda. Mengandung chlorhexidine 0.038% antiseptic yang banyak digunakan dirumah sakit dan klinik.)
For baby: after bathing, dust generously over the skin, taking special care where the skin folds and creases . use after baby’s bath and every change.
(Untuk bayi: taburkan bedak pada seluruh kulit sehabis mandi terutama pada bagian-bagian lipatan kulit. Gunakan pada setiap menggantikan popok dan sehabis mandi.)
Ada beberapa kesalahan tata bahasa baik dalam teks asli maupun dalam terjemahannya. Kata soft, misalnya tidak paralel dengan kata smoothing, dan ada kecendrungan penghilangan unsur subjek dalam kalimat terjemahan.
Fenomena diatas menunjukan bahwa dalam penerjemahan pragmatik, masalah bentuk bahasa kurang diperhatikan. Penerjemah lebih memusatkan perhatiannya pada pengalihan informasi yang selengkap mungkin. Jika diperlukan, penerjemah harus menambah beberapa informasi untuk membuat terjemahannya itu lebih jelas bagi pembaca. Dalam terjemahan diatas terdapat kata-kata bayi anda dan 0.038% meskipun kata-kata tersebut tidak terdapat dalam teks asli.
7. Penerjemahan Estetik-Puitik(esthetic-poetic translation)
Dalam penerjemahan estetik-puitik, penerjemah tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah penyampaian informasi, tetapi juga pada masalah kesan, emosi dan perasaan dengan mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran (Nababan, 1997:26). Penerjemahan estetik-puitik juga sangat berbeda dari penerjemahan pragmatik yang lebih mengutamakan penyampaian informasi yang akurat .Penerjemahan estetik-puitik disebut juga penerjemahan sastra, seperti penerjemahan puisi,prosa, dan drama yang menekankan konotasi emosi dan gaya bahasa. Penerjemahan tipe ini sulit dilakukan karena sastra bahasa yang satu berebeda dari bahasa saatra yang lain, dan demikian juga kebudayaan yang melatarbelakanginya. Seorang penulis mengisyaratkan pendapatnya berikut ini:
”Kita ketahui bahwa bahasa mempunyai keanehan-keanehan tersendiri. Oleh karena itu sastrawan harus menuangkan harunya dalam bentuk yang telah ditentukan bahasannya. Sebenarnya pernyataan ini terlalu berlebihan , karena kita tahu, bahwa tidak ada kebudayaan yang sama, dan bahasa sebagau alat mengkodekan kebudayaan itu berlainan pula. Oleh sebab itu apa yang dikatakan oleh Croce memang betul, yaitu bahwa suatu sastra tidak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Namun, ada pula terjemahan-terjemahan sastra yang baik.” (1985:25)
8. Penerjemahan Etnografik (ethnography translation)
Dalam penerjemahan jenis ini, penerjemah berusaha menjelaskan konteks budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran (brislin, 1976:3) penerjemahan harus peka, terhadap cara bagaimana, kata-kata itu digunakan dalam konteks budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Misalnya contoh berikut ini:
Penggunaan yang berbeda antara (Yes dan No)
Hal ini akan sukar dilakukan apabila suatu kata bahasa sumber ternyata belum atau tidak mempunyai padanan dalam bahasa sasaran, yang disebabkan oleh berbedanya budaya pemakaian kedua bahasa itu. Kata modin misalnya, tidak mempunyai padanan dalam bahasa inggris untuk mengatasi masalah yang seperti ini, penerjemah biasanya akan membiarkan kata modin itu tetap tertulis dalam bahasa indonesia. Kemudian dia memberi anotasi atau keterangan perihal arti dari kata tersebut. Cara ini dianggap yang paling tepat dalam mengatasi ketiadaan padanan kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran yang disebabkan oleh kedua bahasa itu berebeda satu sama lain.
9. Penerjemahan Semantik (semantic translation)
Penerjemahan semantik terfokus pada pencarian padanan pad tataran kata dengan terikat pada budaya bahas sumber. Penerjemahan tipe ini berusaha mengalihkan makna komtekstual bahasa sumber yang sedekat mungkin dengan struktur sintaksis dan semantik bahasa sasaran (Newmark, 1981:39). Maksud dari pernyataan itu adalah jika suatu kalimat perintah bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, misalnya, maka terjemahannya pun harus berbentuk kalimat perintah. Kata-kata yang membentuk kalimat perintah bahasa Inggris itu harus mempunyai komponen makna yang sama dengan terjemahannya dalam bahasa indonesia. Konsep penerjemahan semantik dan penerjemahan komunikatif sangat mirip, sehingga perbedaan nyata antara keduanya hanyalah perbedaan penekanan. Selain itu, penerjemhan tipe ini juga mirip dengan penerjemahan linguistik pada tataran kata, tetapi sangat berebda dengan penerjemahan kata demi kata yang tidak terikat pada budaya bahasa sumber. Misalnya pada contoh berikut ini:
1. konteks/Situasi A
Mr Andrew : You must not go out this evening.
Harry : Yes, dad.
2. Konteks/Situasi B
Mr Andrew : You must not go out this evening.
Harry : Yes, sir.
Kedua contoh diatas menunjukan bahwa Harry memberikan tanggapan yang berbeda yang tercermin dari kata-kata yang digunakannya. Dalam dialog A, Harry menggunakan kata dad, dan kata sir untuk dialog B, meskipun kedua kata itu mengacu pada referen atau objek yang sama, yaitu Mr Andrew (ayah Harry). Kata dad harus diterjemahkan menjadi pa, sedangkan kata sir harus diterjemahkan menjadi pak.
Seperti penerjemahan komunikatif, penerjemahan semantik mempunyai kelemahan jika diterapkan, yang disebabkan oleh keterikatan penerjemahan pada budaya bahasa sumber pada saat dia melakukan tugasnya. Padahal, budaya yang melatarbelakangi bahasa sumber dan bahasa sasaran pasti berbeda. Akibatnya penerjemahan tipe ini seringkali sulit diterapkan terutama dalam menerjemahkan kata-kata bermakna abstrak dan subjektif.
10. Penerjemahan Dinamik (Dynamic translation)
Penerjemahan dinamik disebut juga sebagai penerjemahan wajar. Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat alami, bauk dalam kaitannya dengan konteks budaya ataupun dalam pengungkapannya dalm bahasa sasaran sedapat mungkin dihindari. Penerjemahan tipe ini sangat mengutamakan pengalihan amanat dan juga sangat memperhatikan kekhusuan bahasa sasaran.
Selaras dengan sifat-sifat penerjemahan dinamik, kalimat bahasa Inggris ini contohnya:
The author has organized this book since 1995.
Kurang tepat jika diterjemahkan menjadi,
Penulis telah mengorganisasi buku ini sejak 1995.
Penggunaan kata mengorganisasi dalam kalimat terjemahan itu kurang lazim. Kita biasanya menggunakan kata menyusun sebagai padanan kata to organize, terutama jika kata itu dikaitkan dengan penulisan buku.
11. Penerjemahan Komunikatif dan Semantik
Dalam bukunya yang berjudul Approaches to Translation, Newmark (1981) menyediakan dua bab khusus untuk membahas penerjemahan komunikatif dan semantik. Pada bagian pertama dari kedua bab itu diuraikan secara singkat sejarah dan hakekat penerjemahan mulai dari periode pra-linguistik modern abad ke 19. Newmark juga menjelaskan timbulnya silang pendapat tentang apakah penerjemah harus lebih memperhatikan bahasa sumber ataukah bahasa sasaran, dan adanya pandangan tentang prinsip penerjemahan pada masa itu yang memberi penekanan pada pencarian padanan unsur-unsur formal, seperti kata atau struktur kata.
12. Penerjemahan Linguistik (linguistic translation)
Penerjemahan linguistik ialah penerjemahan yang hanya berisi informasi linguistik yang implisit dalam bahasa sumber yang dijadikan eksplisit, dan yang dalam perubahan bentuk dipergunakan transformasi balik dan analisis komponen makna. Dalam penerjemahan linguistik, kita hanya menemukan informasi linguistik, seperti morfem, kata frasa,klausa dan kalimat. Pada umumnya penerjemahan linguistik ditrepkan jika terdapat ketaksamaan dalam bahasa sumber baik pada tataran kata, frasa, klausa, ataupun pada tataran kalimat, khususnya kalimat kompleks. Kalimat kompleks bahasa Inggris yang mengandung ketaksaan, misalnya, harus diubah menjadi kalimat inti untuk menangkap maknanya, sebelum kata kalimat taksa itu diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Penerapan transformasi balik dan analisis komponen makna itu dalam penerjemahan dianggap perlu mengingat ada kemungkinan penerjemah berhadapan dengan dua buah kalimat bahasa sumber yang mempunyai struktur lahir yang sama, tetapi struktur batin kedua kalimat itu berbeda satu sama lain; ada kemungkinan dia juga berhadapan dengan kata bermakna ganda. Misalnya contoh berikut:
Harry is willing to helpHarry is difficult to help
Kalimat A dan B Diatas mempunyai struktur lahir yang sama. Keduanya di bangun dengan kelas kata yang sama pula. Seseorang yang sudah mempunyai kompetensi bahasa Inggris yang baik akan mengetahui bahwa struktur batin kedua kalimat tersebut berbeda. Dalam kalimat A, Harry adalah pelaku aktivitas to help. Dengan kata lain, Harry-lah yang mau menolong (seseorang). Sebaliknya, dalam kalimat B, Harry adalah patient kata kerja to help. Dengan kata lain, Harry adalah orang yang sulit untuk dibantu oleh seseorang. Informasi linguistik yang tersirat dalam kalinat taksa itu diubah menjadi kalimat yang tidak taksa dengan memunculkan struktur batinnya dalam bentuk yang tersurat.
13. Penerjemahan Komunikatif ( Comunicative Translation)
Dengan berpedoman pada hakekat komunokasi, Newmark (1981:62) mengemukakan pandangannya tentang fungsi terjemahan sebagai alat komunikasi melaui pernyataan sebagai berikut
”...Penerjemahan pada dasarnya merupakan komunikasi atau cara penunjukan satu atau lebih orang yang saling berbicara.”
Sebagai alat komunikasi, terjemhan khusus harus dikembalikan pada fungsi utamanya sebagai suatu alat untuk menyampaikan atau mengungkapkan suatu gagasan atau perasaan kepada orang lain. Jika pendapat ini bisa diterima, maka suatu terjemahan seyogyanya tidak hanya mempunyai bentuk dan makna, tetapi juga fungsi.
Seperti tipe-tipe diatas penerjemahan lainnya, penerjemahan komunukatif pada dasarnya juga menekankan pengalihan pesan. Perbedaannya, selain tersebut di atas, terletak pada kepeduliannya pada masalah efek yang ditimbulkan oleh suatu terjemahan pad pembaca atau pendengar. Penerjemahan komunikatif sangat memperhatikan para pembaca atau pendengar bahasa sasaran yang tidak mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks terjemahan. Mereka mengharapkan adanya pengalihan unsur-unsur bahasa sumber kedalam kebudayaan dan bahasa mereka. Penerjemahan komunikatif juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa terjemahan. Kalimat Awas Anjing Galak, misalnya, akan lebih tepat jika diterjemahjan menjadi, Beware of the dog!, daripada, Beware of the vicious dog!, karena bagaimanapun juga kalimat terjemahan yang pertama sudah mengisyaratkan bahwa anjing yang dimaksud adalah galak (vicious). Keduanya, kalimat Awas anjing galak! Dan terjemahannya, Beware of the dog!, menpunyai efek yang sama dan tergolong kalimat yang efektif.
Penerjemahan komunikatif mempersyaratkan agar bahasa terjemahan mempunyai bentuk, makna dan fungsi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena ada kemungkinan suatu kalimat sudah benar secara sintaksis, tetapi maknanya tidak logis; atau, bentuk dan maknanya sudah benar, namun penggunannya tidak tepat, sperti yang tampak dalam contoh berikut ini:
1.Could you told me the way to the raily station?
(Secara sintaksis kalimat ini salah, meskipun maknanya logis).
2.Could you tell the door the way to the raily station?
(Secara sintaksis kalimat ini benar, meskipun maknanya tidak logis)
Bandingkan kedua kalimat diatas dengan kalimat dibawah ini:
3.Student: Mr Black (a lecturer), could you tell me the way to the railystation?
(Bentuk, makna dan funsi kalimat ini sudah tepat.)
Bagi penutur asli bahasa Inggris, efek yang ditimbulkan oleh kalimat:
I would admit that I am wrong
Berbeda dari efek yang ditimbulkan oleh kalimat
I will admit that I am wrong.
Yang membedakannya terletak pada penggunaan kata would dan will. Kata would dalam kalimat pertama menunjukkam kemauan untuk melakukan sesuatu, sedangkan kata will dalam kalimat yang kedua hanya menunjukan suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh subjek kalimat. Untuk mendapatkan efek yang sama antara kalimat bahasa sumber dalam bahasa Indonesia, kalimat-kalimat tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi:
- I would admit that I am wrong
( Saya mau mengakui bahwa saya salah)
- I will admit that I am wrong
( Saya akan mengakui bahwa saya salah)
Perlu dicatat bahwa kata woulddalam kalimat pertama tidak ada hubungannya dengan masa lampau (past tense). Akan tetapi, itu bukan berarti bahwa kala (tense) tidak mempengaruhi makna kalimat. Bagaimanapun juga, kalimat, Jimmy Carter was the President of the United States, mempunyai makna yang berbeda dari kalimat, Jimmy Carter is the President of the United States. Kita tentunys tidak akan membuat kalimat yang terakhir itu karena Jimmy carter sudah tidak menjabat lagi sebagai presiden Amerika.
Bagi penutur asli bahasa Inggris, kalimat- kalimat
Could you open the window?
Can you open the window?
Open the window, please!
Open the window, will you?
Mempunyai efek yang berbeda-beda. Oleh karena itu, mereka akan memberikan reaksi yang berbeda dalam merespon masing-masing kalimat tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada saat pembaca membaca terjemahan kalimat-kalimat itu dalam bahasa Indonesia.
Comments
Post a Comment