Makalah Saja' Ilmu Balaghah

Makalah Balaghah Tentang Saja'

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Bahasa arab adalah bahasa yang terjaya dari bahasa-bahasa yang lainnya, terbanyak pramasastranya, hingga ia dapat melayani kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan disegala bidang. Untuk mengetahui saluk beluk bahasa arab yang masyhur itu lebih jauh dan untuk menilai keindahan kalimat baik prosa maupun puisi, maka sastrawan-sastrawan arab telah menetapkan 13 cabang ilmu yang bertalian dengan bahasa yang disebut dengan Ulumul Arabiyah.
            Ilmu balaghah adalah ilmu yang mengungkapkan metode untuk mengungkapkan bahasa yang indah, mempunyai nilai estetis (keindahan seni) memberikan makna sesuai dengan muktadhal hat (sikon), serta memberi kesan sangat mendalam bagi pendengar dan pembacanya. Ilmu balaghah terdiri dari 3 bagian : ilmu Bayan, ilmu ma’ani, dan ilmu Badi’.
            Ilmu Badi’ menurut bahasa adalah suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Sdangkan menurut istilah adalah “suatu ilmu yang dengannya diketahui segi-segi (beberapa metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya)dan keistimewaan-keistimewan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan menghiasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki.
            Diantara macam-macam ilmu badi’ adalah saja’. Saja’ adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhir kalimat. Untuk lebih jelasnya berikut kami jelaskan pada bab 2 dalam pembahasan.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian saja’ ?
2.      Ada berapa pembagian saja’ ?
3.      Apa saja syarat saja’ yang baik ?
4.      Apa perbedaan saja’ dengan jinas?

C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian saja’
2.      Mengetahui pembagian saja’
3.      Mengetahui syarat saja’ yang baik
4.      Mengetahui perbedaan saja’ dan jinas

                                               BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Saja’
Kata saja’ merupakan masdar dari ( ﺳَﺠَﻊَ ). Saja’ bermakna bunyi atau indah. Sedangkan secara terminologis saja’ adalah:
  تَوَا فُقُ الفَاصِلَتَينِ في الأَخِيرِ مِنَ النَثرِ
Artinya :
“Sesuainya dua kata terakhir pada huruf akhirnya dari sebuah natsar”.[1]
Sedangkan pengertian saja’ menurut balaghah waadhihah adalah cocoknya huruf akhir dua fashilah atau lebih. Sajak yang paling baik adalah yang bagian-bagian kalimatnya seimbang.[2]
            B. Contoh-contoh saja’
1. Rasulallah Saw. Bersabda : 
اللهم أَعطَ مُنفِقًا خَلفًا وَأعطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Ya allah, berikan pengganti kepada orang yang berinfak, dan berilah kerusakan kepada orang yang tidak mau berinfak.

2. Seorang arab badui yang anaknya hanyut dibawa banjir berkata:
اللهم إن كنت قذ أبليتَ فَإِنْكَ طَالَمَا قَدْ عَافِيَتً
Ya allah, jika engkau membinasakannya, maka sesungguhnya telah sangat lama engkau menyehatkannya.
الحُرُّ إذا وَعَدَ وَفَى, وَإذا أَعَانَ كَفَى , وإذا مَلَكَ عَفَا
Orang yang merdeka itu ketika berjanji memenuhinnya, bila menolong secukupnya, dan bila menjadi raja banyak memaafkan.

Bila kita perhatikan dua contoh pertama, kita dapatkan masing-masing terdiri atas dua bagian kalimat yang huruf akhirnya sama. Bila kita perhatikan contoh ke tiga, kita dapatkan ia terdiri atas lebih dari dua kalimat bagian yang huruf akhirnya sama. Kalimat yang demikian disebut dengan saja’ (sajak). Kata yang terakhir dari setiap bagian kalimat itu disebut fashilah. Dan fashilah itu selamanya dimatikan huruf akhirnya dalam kalam natsar (prosa) karena waqaf (berhenti membca).
Sajak yang paling baik adalah yang bagian – bagian kalimatnya seimbang, dan sajak tidak indah kecuali rangkaian kalimatnya bagus, tidak dibuat-buat, dan bebas dari pengulangan yang tidak berfaedah, sebagaimana disebutkan  lihat pada contoh di atas. [3]
Saja’ adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya Fashilah adalah kata terakhir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat yang lainnya. Dua kalimat yang dibandingkan ini disebut qorinah, kemudian qorinah yang dibandingkan disebut faqroh. [4]
C. Pembagian Saja’
Saja’ Mutharraf
yaitu yang antara kedua fasilah itu berbeda wazannya tapi sama huruf akhirnya.
هو ما اختلفت فا صلتا ه فى الوزن واتفقتا فى الحرف الأخر
Contoh seperti firman Allah SWT:
* و قد خلقكم أطوارا  * ما لكم لا ترجون لله وقا را*
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia Sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. (Q.S Nuh:13-14)
Kata ‘waqara”  beda wazan dengan kata “athwara” yang mana “waqara” dengan harakat fathah sedang “athwara” sukun, namun keduanya sama dalam huruf akhirnya yaitu huruf ra’ .
Dan seperti firman Allah SWT:
*والجبال أو تا دا * الم نجعل الأرض مهدا *
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? dan gunung-gunung sebagai pasak? (Q.S An-Naba:6-7)
Saja’ Murashsha’
yaitu saja’ yang lafadz-lafadznya pada masing-masing fasilah atau seluruhnya, sama dalam wazan dan huruf-hurufnya.
ما كان فيه الفاظ إحدى فقرتين كلها او أكثر مثل ما يقابلها من الفقرة الأخرى الوزن واتفقتا
Contoh syair karya Al-Hariri:
هو يَطبَعُ الأَسْجَاعَ  بِجَوَاهِرِ لَفْظِهِ # ويَقْرَعْ الأَسمَاعَ بِزَوَاحِرِ وَعْظِهِ
Dia mencetak sajak-sajak dengan permata ucapannya dan mengetuk pendengaran dengan teguran-teguran nasehatnya.
Kata ‘yathba’u” sama wazannya dengan “yaqra’u” begitu pula dalam qofiahnya yaitu huruf ‘ain, “asja’’ sewazan dengan “asma’” , qafiah ‘ain, “lafzhi” sewazan dengan “wa’zhi”, qafiahnya zha’.

Saja’ Mutawaazi
yaitu saja’ yang sesuai antara kedua fasilahnya didalam wazan dan huruf akhirnya.
ما كا ن الإ تفا ق فيه فى كلمتين الأخر تين فقط
Hal ini dapat terjadi pada tiga keadaan:
a) Berbeda wazan dan qofiahnya secara bersamaan
b) Beda wazan, tetapi qofiahnya tidak
c) Beda qofiah, tapi wazan tidak
Contoh seperti firman Allah SWT:
*وأكوا ب موضو عة  * فيها سرر مر فو عة*
Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya). (Q.S Al-Ghaasyiyah:13-14 ) . [5]
Qorinahnya ada dua yaitu: ﻣَّﺮْﻓُﻮﻋَﺔٌ ﺳُﺮُﺭٌ Dan ﻣَّﻮْﺿُﻮﻋَﺔٌ ﻭَﺃَﻛْﻮَﺍﺏٌ “sururun’ adalah setengah dari qorinah pertama yang dibandingkan dengan kata “akwabun”, qorinah kedua. Keduanya berbeda secara wazan dan qofiah.
Contoh yang kedua adalah:
ﻋُﺮْﻓﺎﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕ
ﻋَﺼْﻔﺎﻓَﺎﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕ
ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕِ dan ﺍﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕِ berbeda wazannya , yang pertama menurut wazan “maf’alat” dan yang kedua wazan “fa’alaat”, akan tetapi qofiahnya sama, yaitu ta’.
Contoh yang ketiga: “hasola natiq wa shomit, halaka hasad wa syamit”, pada qarinah yang pertama kata “hasola” dibandingkan dengan ‘halaka”, keduanya berbeda qofiahnya. Qofiah yang pertama lam, yang kedua kaf.[6]
Ciri-ciri saja’ yang indah.
Saja’ merupakan suatu bentuk pengungkapan yang bertujuan untuk memperindah lafalnya dengan cara menyesuaikan bunyi-bunyi akhirnya. Namun demikian tidak setiap sajak baik dan indah untuk disimak. Ada beberapa ciri suatu sajak dianggap indah.
            Saja’ yang indah hendaklah memenuhi hal-hal sbb:
a.                   faqrah-nya sama, seperti:
فى سرر مخدود. وطلح منضود.
b.                  faqrah kedua lebih panjang, seperti :
  والنجم إذا هوى. ما ضل صا حبكم وما غوى.
c.                   yang terpanjang faqrah ketiganya, seperti :
خذوه فغلوه. ثم الجحيم صلوه.
d.                  bagian-bagin Kalimatnya seimbang
e.                   rangkaian kalimatnya bagus dan tidak dibuat-buat
f.                    bebas dari pengulangan yang tidak berfaedah.
Perbedaan Saja’ dan Jinas.
Dengan memperhatikan pengertian saja’ , jenis dan karakteristiknya tampak bahwa saja’ mirip dengan jinas. Namun demikian antara keduanya ada perbedaan sbb:
a)      pada jinas kemiripan dua lafazh yang berbeda artinya atau maknanya.  
Contoh      ,
ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثوا غير ساعة (الروم : 55)
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersum-pahlah orang-orang yang berdosa, mereka tidak diam (di dalam kubur), melainkan sesaat saja”. (QS: Al-Rum:55)
Makana al-saah yang pertama adalah hari kiamat sedangkan yang kedua adalah waktu.
Sedangkan saja’ adalah cocoknya huruf akhir dua fa shilah  atau lebih.
Contoh:
الهم أعط منفقا خلفا # وأعط ممسكا تلفا
Ya allah berilah pengganti kepada orang yang berinfak, dan berilah kerusakan kepada orang yang tidak mau berinfak.
b) kemiripan pada jinas terdapat pada macam huruf, jumlah, dan urutannya. Sedangkan kemiripan pada saja’ dilihat dari kecocokan fashilah-nya baik dalam wazan atau hurufnya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata saja’ merupakan masdar dari ( ﺳَﺠَﻊَ ). Saja’ bermakna bunyi atau indah. Sedangkan secara terminologis saja’ adalah:
تَوَا فُقْ الفَا صِلَتَينِ فِي الحَرْفِ الأَ خِيرِ مِنَ النَثْر
Sesuainya dua kata terakhir pada huruf akhirnya dari sebuah natsar.
Pembagian Saja’:
1. Saja’ Mutharraf
2. Saja’ Murashsha’
3. Saja’ mutawaazi.
B. Saran
Meskipun kami sudah berusaha maksimal menyelesaikan makalah ini, tapi kami yakin masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karenanya, kritik dan saran sangat kami nantikan untuk perbaikan selanjutnya. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jarim, Ali ,Al-Balaghah wa Al-Wadhihah, Jakarta; Raudhah Paris, 2007.
Al-Tarim,Ali dan Mustofa Amin, Terjemahan Al-balaghah waadhihah , Bandung: Sinar Baru Algensindo,2011.
Al-Hasyimiy, Ahmad, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘ , Maktabah Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960.
Idris, Mardjoko, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’,Yogyakarta: Teras, 2007.

[1] Ali Al-Jarim, Al-Balaghah wa Al-Wadhihah, (Jakarta; Raudhah Paris, 2007), hlm. 291.
[2] Ali al-tarim dan Musthafa amin, terjemah Al-balaaghatul waadhihah,(Bandung;sinar baru Algesino,2011) hal.391

[3]Ali al-tarim dan Mustofa Amin, Terjemahan Al-balaghah waadhihah , (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2011). hlm. 390.

[4] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’ , (Yogyakarta: Teras, 2007), hal. 17.

[5] Mardjoko Idris, Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’ , (Yogyakarta: Teras, 2007),  , hlm. 16.

[6]  Ahmad al-Hasyimiy, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi’ , (Maktabah Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960), hal. 250.

2. SAJA’

Saja’ adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya.

Fashilah adalah kata terakhir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat yang lainnya. Dua kalimat yang dibandingkan ini disebut qorinah, kemudian qorinah yang dibandingkan disebut faqroh.

Saja’ mempunyai beberapa jenis, yaitu:

1) Al-Mutharraf : saja’ yang dua akhir kata pada saja’ itu berbeda dalam wazannya, dan persesuaian dalam huruf akhirnya.
Seperti dalam firman Allah:

ﻣَّﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﺮْﺟُﻮﻥَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻗَﺎﺭﺍً
ﻭَﻗَﺪْ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﺃَﻃْﻮَﺍﺭﺍً

“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan”.

Kata ‘waqoro” beda wazan dengan kata “athwaro” yang mana “waqoro” dengan harakat fathah sedang “athwaro” sukun, namun keduanya sama dalam huruf akhirnya yaitu huruf ro’ .

2) Al-Murashasha ’ : saja’ yang padanya lafazh-lafazh dari salah satu rangkaiannya, seluruhnya atau sebagiannya semisal bandingannya dari rangkaian yang lain.
Contohnya pada syi’r al-Hariri:

ﻳَﻄْﺒَﻊُ ﺍﻷﺳْﺠَﺎﻉَ ﺑِﺠَﻮَﺍﻫِﺮِ ﻟَﻔْﻈِﻪ ِ   ﻭَﻳَﻘْﺮَﻉُ ﺍﻷﺳْﻤَﺎﻉَ ﺑِﺰَﻭَﺍﺟِﺮِ ﻭَﻋْﻈِﻪِ .
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.

Kata ‘yathbi’u” sama wazannya dengan “yaqro’u” begitu pula dalam qofiahnya yaitu huruf ‘ain, “asja’’ sewazan dengan “asma’” , qofiah ‘ain, “lafzhi” sewazan dengan “wa’zhi”, qofiahnya zho’.

Contoh perkataan al-Hamdani : “ inna ba’da kadr shofwan , wa ba’da mathor
shohwan ”

Atau perkataan Abi al-Fath al-Basati: “liyakun iqdamaka tawakkalan, wa ihjamaka
ta’amullan ”

3) al-Mutawazi: saja’ yang persesuaiannya terletak pada akhir kata saja’. Hal ini dapat terjadi pada tiga keadaan:

▪ Berbeda wazan dan qofiahnya secara bersamaan
▪ Beda wazan, tetapi qofiahnya tidak
▪ Beda qofiah, tapi wazan tidak.

Cantoh yang pertama adalah firman Allah dalam surat al-Ghasiyah:

ﻓِﻴﻬَﺎ ﺳُﺮُﺭٌ ﻣَّﺮْﻓُﻮﻋَﺔٌ

“ Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan dan gelas-gelas yang terletak di dekatnya”.

Qorinahnya ada dua yaitu: ﺳُﺮُﺭٌ ﻣَّﺮْﻓُﻮﻋَﺔٌ
Dan ﻭَﺃَﻛْﻮَﺍﺏٌ ﻣَّﻮْﺿُﻮﻋَﺔٌ
“sururun’ adalah setengah dari qorinah pertama yang dibandingkan dengan kata “akwabun”, qorinah kedua. Keduanya berbeda secara wazan dan qofiah.

Contoh yang kedua adalah:

ﻭَﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕِ ﻋُﺮْﻓﺎ
ﻓَﺎﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕِ ﻋَﺼْﻔﺎً

Lafadh ﺍﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺎﺕِ dan ﺍﻟْﻌَﺎﺻِﻔَﺎﺕِ berbeda wazannya , yang pertama menurut wazan “maf’alat” dan yang kedua wazan “fa’alaat”, akan tetapi qofiahnya sama, yaitu ta’.

Contoh yang ketiga: “hasola natiq wa shomit, halaka hasad wa syamit”, pada qorinah yang pertama kata “hasola” dibandingkan dengan ‘halaka”, keduanya berdeda qofiahnya. Qofiah yang pertama lam, yang kedua kaf.

• Saja’ yang bagus adalah seperti perkataan al-Hamdani; “kitabi wa bahru wa in lam arohu faqod sami’tu khobrohu, wallatsu wa in lam allafhu faqod tashowwartu kholqohu, wal maliku adil wa in lam laqoituhu qod laqoini shoitahu, wa man ro’a minassaifi atsarohu, faqod ra’a aktsarahu”, fasilah-fasilah diatas burhuruf sukun, hal itu dilakukan karena bertujuan untuk mewujudkan keserasian.

3. IQTIBAS

Secara leksikal iqtibas bermakna ‘menyalin’ dan mengutip. Sedangkan secara terminologis, iqtibas adalah kalimat yang disusun oleh penulis atau penyair dengan menyertakan petikan ayat atau hadis ke dalam rangkaian kalimatnya tanpa menjelaskan bahwa petikan itu berasal dari Al-Qur’an atau hadis.

Dalam Ilmu Badi , iqtibas didefinisikan sebagai berikut “Pembicara menyimpan prosa atau puisinya dengan sesuatu dari Al-Qur’an atau Hadits dengan cara yang tidak memberikan isyarat bahwa sesuatu itu berasal dari keduanya.” Qaidah Ilmu Badi membolehkan mutakallim (pembicara) merubah sedikit pada kata yang diambil dari Al-Qur’an atau Hadits, yaitu karena untuk penyesuaian wazan atau sebab lainnya.

Contoh iqtibas:

Abul Mu-min Al-Ashfahani berkata:

ﻻ ﺗَﻐُﺮَّﻧَّﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻈَّﻠَﻤَﺔِ ﻛَﺜﺮَﺓُ ﺍﻟﺠُﻴُﻮﺵِ ﻭَﺍﻷَﻧﺼَﺎﺭِِ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﺆَﺧِﺮُﻫُﻢ ﻟِﻴَﻮﻡٍِ ﺗَﺸﺨَﺺُ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻵَﺑﺼَﺎﺭُ .

Jangan sekali-kali kamu terbujuk oleh banyaknya pasukan dan pembantu orang-orang penganiaya. Sesungguhnya kami menangguhkan mereka sampai suatu hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelak (Qs. Ibrahim 42).

Seperti juga ucapan Penyair :

ﻻَ ﺗُﻌَﺎﺩِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻓِﻲْ ﺃﻭْﻃَﺎﻧِﻬِﻢْ    ﻗَﻠَّﻤَﺎ ﻳُﺮْﻋَﻰ ﻏَﺮِﻳْﺐُ ﺍﻟﻮَﻃَﻦِ
ﻭَﺇﺫَﺍ ﻣَﺎ ﺷِﺌْﺖَ ﻋَﻴْﺸًﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ    ﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠْﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ .

Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.

Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :

ﺇﺗﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﻨﺖَ ﻭﺃﺗﺒﻊِ ﺍﻟﺴَّﻴﺌﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔَ ﺗﻤﺤُﻬﺎ ﻭﺧَﺎﻟِﻖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺑِﺨُﻠﻖٍ ﺣَﺴَﻦٍ .

Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi’ir atatau yang lain.

Seperti juga ucapan Penyair :

ﻗَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﺧِﻔْﺖُ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧَﺎ ﺇﻧَّﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮﻧَﺎ

Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali kepada Allah.

Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :

ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳْﻦَ ﺍﻟﺬِﻳْﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃﺻَﺎﺑِﺘْﻬُﻢْ ﻣُﺼِﻴْﺒَﺔٌ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺇﻧَّﺎ ﻟﻠﻪِ ﻭَﺇﻧَّﺎ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮْﻥَ .

Keindahan Al-Qur’an dan keterjagaanya dalam menyimpan makna membuat penyair tak pernah ragu untuk sekedar mengutip setiap kalimat dalam Al-Qur’an, pasalnya Al-Qur’an memiliki untaian kata terindah dan memiliki makna yang mendalam serta keterjagaanya yang membuat orang merasa tak perlu menyantumkan sumber kutipan yang ditulis dalam syairnya, karena tentu kalimat itu takkan dirasa asing untuk diperdengarkan.

■ Pembagian Iqtibas

Iqtibas dibagi menjadi tiga macam, ialah :

1. Tsabitul ma’ani, yaitu yang tidak berubah dari makna asalnya.

2. Muhawwal, yaitu yang dirubah dari makna asalnya seperti kata syair :

ﻟﺌﻦ ﺍﺧﻄﺄ ﺕ ﻓﻰ ﻣﺪﺡ * ﻙ ﻣﺎ ﺍﺧﻄﺄﺕ ﻓﻰ ﻣﻨﻌﻰ
ﻟﻘﺪ ﺍﻧﺰﻟﺖ ﺣﺎ ﺟﺎ ﺗﻰ * ﺑﻮﺍ ﺩ ﻏﻴﺮﺫﻯ ﺯﺭﻉ

Artinya :
Kalau aku salah dalam memujimu, maka aku tidak salah dalam menahan nafsuku. Sungguh engkau telah menempatkan kebutuhanku pada lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya.

Syi’iran ini dipindahkan dari ayat :

ﺭﺑﻨﺎ ﺍﻧﻰ ﺍﺳﻜﻨﺖ ﻣﻦ ﺫﺭﻳﺘﻰ ﺑﻮﺍﺩﻏﻴﺮ ﺫﻯ ﺯﺭﻉ

Maknanya dalam Al-Qur’an, ialah lembah yang tidak berair dan tidak ada tumbuh-tumbuhannya, yaitu: Mekkah. Adapun maksud syi’iran, ialah laki-laki yang tiada kebaikannya dan tiada berguna.

3. Yang dirubah sedikit wazannya, seperti kata sya’ir :

ﻗﺪ ﻛﺎ ﻥ ﻣﺎ ﺧﻔﺖ ﺍﻥ ﻳﻜﻮ ﻧﺎ ﺍﻧﺎ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺍ ﺟﻌﻮﻧﺎ .

Artinya :
Sungguh telah terbukti apa yang engkau takuti. Sesungguhnya kami kembali semua kepada Allah. Dari ayat

ﺍﻧﺎ ﻟﻠﻪ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻴﻪ ﺭﺍ ﺟﻌﻮﻥ .

● Contoh-contoh Iqtibas beserta penjelasannya

ﻻ ﺗﻌﺎ ﺩﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻰ ﺃﻭﻃﺎ ﻧﻬﻢ * ﻗﻠﻤﺎ ﻳﺮﻋﻰ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﻟﻮﻁ
ﺃﺫﺍ ﻣﺎ ﺷﺌﺖ ﻋﻴﺸﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ * ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ

Janganlah engkau memusuhi orang-orang yang berada dinegeri sendiri, sedikit sekali pengembara disuati negeri mendapat perlakuan baik. Bila engkau menginginkan hidup damai tentram ditengah-tengah mereka, maka berakhlaklah terhadap manusia dengan budi pekerti yang luhur.
Pada contoh diatas kita temukkan dalam syair sebauh ungkapan yang bila diamati bukanlah gubahan penyair sendiri, melainkan penyair mengambil sebagian dari Hadist Nabi Muhamad Saw dengan tidak mengadakan perubahan sedikit pun. Ungkapan tersebut adalah ﻭ ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ , ungkapan ini diambil dari Hadist Nabi Saw yang berbunyi

ﺍﺗﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﺘﺐ ﻭ ﺍﺗﺒﻊ ﺍﻟﺴﻴﺌﺔ ﺗﻤﺤﻬﺎ ﻭ ﺧﺎ ﻟﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺨﻠﻖ ﺣﺴﻦ

Bertaqwallah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada, serta ikiutilah perbuatan jelekmu dengan kebaikkan,niscaya kebaikkan itu akan meanghapuskan kejelekkan, serta berakhlaklah kamu kepada sesama manusia deangan akhlak yang baik.

ﺍﻏﺘﻨﻢ ﻓﻮﺩﻛﺎﻟﻔﺎ ﺣﻤﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﺾ ﻓﺄ ﻧﻤﺎ ﺍﻟﺪ ﻧﻴﺎ ﺟﺪﺍﺭﻳﺮﻳﺪﺃﻥ ﻳﻨﻘﺾ
Gunakanlah kesempatan selagi rambutmu yang hitam belum memutih, karena sesungguhnya dunia ibarat dinnding rumah yang hampir roboh.

Pada contoh diatas ditemukkan bahwa didalam ungkapan tersebut terdapat penyisipan yang dilakukan oleh al-mutakallim yaitu ungkapan

ﻓﺎ ﻧﻤﺎ ﺍﻟﺪ ﻧﻴﺎ ﺟﺪ ﺍﺭ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻥ ﻳﻨﻘﺾ

tersebut yang diambil dari ayat Al-Qur’an QS.Al-Kahfi;77

ﻓﺎ ﻧﻄﻠﻘﺎ ﺣﺘﻰ ﺇﺫﺍﺗﺎﻳﺎﺃﻫﻞ ﻗﺮﻳﺔ ﺍﺳﺘﻄﻌﻤﺎ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﻓﺄ ﺑﻮ ﺃﻥ ﻳﻀﻴﻔﻮ ﻫﻤﺎ ﻓﻮ ﺟﺪﺍ ﻓﻴﻬﺎ ﺟﺪﺍﺭﺍﻳﺮﻳﺪ ﺃﻥ ﻳﻨﻘﺾ ﻓﺄﻗﺎ ﻣﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻮﺷﺌﺖ ﻟﺘﺨﺬﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺟﺮﺍ

maka keduanya berjalan; sehingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding yang hampir roboh, maka Khidir As mengatakan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.

Dalam penyisipan ayat tersebut , Al-mutakalim tidak menyebutkan bahwa ungkapan itu diambil dari ayat Al-Qur’an, juga didapatkan bahwa al-Mutakallim sedikit mengadakan perubahan dari aslinya.

PENUTUP

■ Indahnya permulaan kalam ; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai Baroatul Istihlal.

Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :

ﺍﻟﻤَﺠْﺪُ ﻋُﻮْﻓِﻲَ ﺇﺫْ ﻋُﻮﻓِﻴْﺖَ ﻭَﺍﻟﻜَﺮَﻡُ  ﻭَﺯَﺍﻝَ ﻋَﻨْﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻋْﺪَﺍﺋِﻚَ ﺍﻟﺴَّﻘَﻢُ

Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.

Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan gedung :

ﻗَﺼْﺮٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﺤِﻴَّﺔٌ ﻭَﺳَﻼَﻡُ     ﺧَﻠَﻌَﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺟَﻤَﺎﻟَﻬَﺎ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡُ

Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya padanya.

5. Indahnya penutup kalam ; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan benar maknanya.

Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.

Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :

ﺑَﻘِﻴْﺖَ ﺑَﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ ﻳَﺎ ﻛَﻬْﻒَ ﺃَﻫْﻠِﻪِ    ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺩُﻋَﺎﺀٌ ﻟِﻠْﺒَﺮِﻳَّﺔِ ﺷَﺎﻣِﻞُ

Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a yang menyeluruh untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

• Al-Hâsyimiy, Ah mad, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘ , Indonesia: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960
• Akhdhari. (1993). Ilmu Balâghah (Tarjamah Jauhar Maknun). Bandung : PT. Al-Ma’arif.
• Al-Akhdory Imam . (1993), Ilmu Balâghah . Bandung : Al-maarif
• Ali Al-Jarimi & Usman Musthafa (1994). Al Balaghatul Wadhihah . Bandung : Sinar Baru Algensindo
• Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, (2006). Pengantar Ilmu Bayan. Bandung: Zain al-Bayan
• Muhsin Wahab A, KH & Wahab Fuad T, Drs (1982 ), Pokok-pokok Ilmu Balâghah , Bandung : Angkasa
• Alim, Ghufran Zainul, , ﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ Bandung: Sinar baru Al-gesindo, 2010.
• Amin, Bakri Syaikh , al-Balaghah al-‘Arabiyah fi Tsaubiha al-Jadid al-Bayan ,
juz.II, Beirut: Dar ‘Ilm li al-Malayîn, 1995.
• Idris, H. Mardjoko, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’ , Yogyakarta: Teras, 2007.

A.    Pengertian Saja’
السَّجْعُ هو وَافُقُ الْفَاصِلَتَيْن في الْحَرْفِ الأخِير
As-saja‘ adalah kesamaan huruf akhir pada dua fashilah atau susunan kalimat.Yang dimaksud fashilah bisa bait, ayat, kalimat, atau penggalan kalimat. Saja’dapat membentuk bunyi dan nada huruf yang indah dan berirama. Di Al-Qur’an terdapat banyak saja’, bahkan hampir semua ayat berupa saja’ dan itu membuktikan kalau Al-Qur’an adalah karya sastra yang paling indah.
Contoh:
اَلْـحُـرُّ إِذَا وَعَدَ وَفَى، وَإِذَا أَعَانَ كَفَى، وَإِذَا مَلَكَ عَفَا
Artinya: Orang yang merdeka jika ia berjanji ia menepati, jika ia memberi pertolongan ia melepaskan orang yang dibantunya dari keusahan, jika ia memiliki ia menjaganya.
Fashilah pada kalimat di atas adalah (وَفَى), (كَفَى) dan (عَفَا).
لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ،فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ، لَا تَسْمَعُ فِيهَا لَاغِيَةً، فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ
Artinya: “Merasa senang karena usahanya, dalam syurga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna,di dalamnya ada mata air yang mengalir.” (QS. Al-Ghasyiyah: 9-12)
Contoh saja’ pada keempat ayat di atas adalah pada kata (رَاضِيَةٌ), (عَالِيَةٍ), (لَاغِيَةً), dan (جَارِيَةٌ).
اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَأَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Artinya: “Ya Allah berikanlah orang yang berinfak itu pengganti harta bendanya dan berikanlah orang yang menahan (tidak berinfak) itu kerusakan harta bendanya.”
Fashilah pada hadis di atas adalah (تَلَفًا) dan (خَلَفًا).
Lalu apa perbedaannya dengan jinas? Jinas itu pengulangan kata yang sejenis baik yang sama hurufnya, harakatnya, jumlahnya, atau urutannya. Jinas bisa terjadi pada satu kalimat atau lebih dan bisa terdapat di awal, tengah, atau di akhir kalimat. Sedangkan saja’ adalah persamaan bunyi yang terdapat di akhir fashilah saja. Tentunya apabila jinas terjadi di akhir kalimat atau fashilah maka termasuk saja’ juga.
Kemudian antara fashilah bisa seimbang atau lebih panjang. Ciri saja’ yang bagus diantaranya
1.     Kedua fashilah atau faqrah sama
Contoh:
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا، وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Artinya: Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (QS. Al-Ma’arij: 20-21)
2.     Faqrah kedua, ketiga dan selanjutnya lebih panjang
Contoh:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى، مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى
Artinya: “Demi bintang ketika terbenam. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.” (QS. An-Najm: 1-2)
وَالْفَجْرِ، وَلَيَالٍ عَشْرٍ، وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ، وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ
Artinya: “Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu.” (QS. AL-Fajr: 1-4)
B.    Pembagian Saja’
Saja’ terbagi tiga:
1.     Saja’ Mutharraf
هُوَ مَا اخْتَلَفَتْ فَاصِلتاهُ فى الوَزْنِ وَاتَّفَقَتَا فِى الْحَرْفِ الْأخِرِ
Yaitu dua fasilah yang berbeda wazannya tapi sama huruf akhirnya.
Contoh seperti firman Allah SWT:
مَالَكُمْ لاَ تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا، وَ قَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
Artinya: “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia Sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.” (Q.S Nuh:13-14).
Kata (وَقَارًا) beda wazan (أَطْوَارًا) tapi sama-sama diakhiri huruf “ra”.
2.     Saja’ Mutawazi
مَا كَانَ الْإِتِّفَاقُ فِيْهِ فِى الْكَلِمَتَيْنِ الْاَخِرَ تَيْنِ فَقَطْ
yaitu saja’ yang terdapat kesesuaian pada kata terakhirnya saja. Kalau saja’ mutharraf yang sama adalah huruf terakhirnya saja, kalau saja’ mutawazi yang sama adalah kata terakhirnya.
Contoh:
فِيْهَا سُرُوْرُ مَّرْفُوْعَةٌ، وَأَكْوَابُ مَّوْضُوعَةٌ
Artinya: “Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya).” (Q.S Al-Ghasyiyah: 13-14)
Kata (مَرْفُوْعَةٌ) dan (مَوْضُوعَةٌ) terdapat keseimbangan dalam wazannya.
3.     Saja’ Murashsha’
مَا كَانَ فِيْهِأَلْفَاظ إِحْدَى فِقْرَتَيْنِ كُلُّهَا أَوْ أَكْثَرها مِثْل مَا يُقَابِلُهَامِنَ الْفِقْرَةِ الْأُخْرَى وزنا وتَقْفِيْتًا
yaitu saja’ yang seluruh atau sebagian besar lafadz-lafadzdari salah satu rangkaiannya semisal bandingannya dari rangkaian yang lainya dalam wazan dan kofiahnya.
Contoh syairkarya Al-Hariri:
هُوَ يَطْبَعُ الأَسْجَاعَ بِجَوَاهِرِ لَفْظِهِ، وَيَقْرَعُ الأَسْمَاعَ بِزَوَاحِرِ وَعْظِهِ
Artiya: Dia mencetak sajak-sajak dengan permata ucapannya dan mengetuk pendengaran dengan teguran-teguran nasehatnya.
Keseimbangan kata dan wazan terdapat pada kata (يَطْبَعُ) dengan (يَقْرَعُ), kata (الأَسْجَاعَ) dengan (الأَسْمَاعَ), kata (بِجَوَاهِرِ) dengan (بِزَوَاحِرِ), dan kata (لَفْظِهِ) dengan (وَعْظِهِ).
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ، وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
Artinya: “dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan).” (QS. At-Takwir: 3-4).
Keseimbangannya terdapat pada kata (الْجِبَالُ) dengan (الْعِشَارُ), dan (سُيِّرَتْ) dengan (عُطِّلَتْ).

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pengelolaan Kelas

Makalah Al-Istikhfam dan Al-Istihrad

Makalah Husnut Ta'lil Balaghah