Makalah Husnut Ta'lil Balaghah

Husnu At-Ta’lil

Definisi Husnu At-Ta’lil ialah:

حُسْن التّعليل هو أنْ يُنكِر الأديبُ صَراحَةً أو ضِمْنا عِلّةَ الشّيء المعروفةَ، ويأتي بعلّة أدبيّة طَرِيفة تُناسِب الغرْض الّذي يَقصِد إليه.

Husnu at-ta’lil adalah seorang sastrawan yang ia mengingkari –secara terang-terangan atau terpendam- alasan yang telah dikenal umum bagi suatu peristiwa, dan sehubungan dengan itu ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan lembut yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.

Contoh:

Al-Ma’ari berkata dalam sebuah ratapannya:

ومـا كُلْفَـةُ البـدْر المنيـر قديمـةً # ولكنّهـا في وجهـه أثـرُ اللَّطَـمِ

Bintik-bintik-hitam-pada-bulan-purnama-yang-bercahaya-itu-bukan-ada-sejak-dulu; akan-tetapi, pada-muka-bulan-itu-ada-bekas-tamparan.

Penjelasan:

Penyair di atas sedang meratap dan dengan berlebihan, ia menyatakan bahwa kesedihan terhadap orang yang diratapi itu mencakup juga terhadap peristiwa-peristiwa alam. Oleh karenanya, ia menyatakan bahwa bintik-bintik hitam yang terlihat di permukaan bulan itu tidaklah muncul karena faktor alam, melainkan karena bekas tamparan oleh bulan itu sendiri, karena ia begitu sedih ditinggalkan oleh seseorang yang sedang diratapinya.

Demikian uraian mengenai pengertian husnut talil, contoh husnut talil dan penjelasan husnut talil dalam balaghah, semoga bermanfaat.

Contoh 1

 العظيمهذا  لفقد الابكاء  اليوم هذا  المطر لايهطل

Artinya:

Bukanlah hari ini hujan turun, melainkan langit telah menangis karena meratapi kematian sang mulia.

Penjelasan:

Jika diperhatikan contoh di atas, akan kita temukan penyair mengingkari terjadinya sesuatu dengan sesuatu yang ain secara estetik, namun pada hakikatnya tidak ada hubungan antara sebab akibat tersebut.

Pada contoh (1), penyair mengaitkan turunnya hujan dengan kematian seseorang yang sangat dihormati. Dalam puisinya penyair mengingkari sebab turunnya hujan yang sebenarnya (seperti yang difahami ahli). Semua diingkari oleh penyair, ia lebih senang mengatakan bahwa hujan turun di hari ini karena menangis dan meratapi kematian seseorang yang terhormat.

Contoh 2

مااهتزت الأغصان في الروض بفعل النسيم ولكنها رقصت غبطة بقدومكم

Artinya:

Bukanlah dahan-dahan bergoyang itu karena dihembus angin pagi, melainkan ia menari sebagai rasa suka cita atas kehadiranmu.

Penjelasan:

Pada contoh (2), penyair juga mengingkari terjadinya peristiwa alam, yaitu mengingkari sebab-sebab terjadinya dahan bergerak. Penyair lebih senang mengatakan bahwa peristiwa bergeraknya dahan tersebut bukan karena hembusan angin, melainkan sebenarnya ia sedang menari kegirangan menyambut kehadiran seseorang yang dikaguminya.

Contoh 3

ما زلزلت مصر من كيديرا دبها بها وإنما رقصت من عدله طربا

Artinya:

Mesir tidak digoncang gempa lantaran suatu maker yang ditujukan kepadanya, melainkan kota itu menari karena bersuka cita terhadap keadilannya(orang-orang terpuji).

Penjelasan:

Pada contoh (3), penyair juga mengingkari terjadinya gempa yang terjadi di Mesir. Penyair tidak suka melihat peristiwa gempa tersebut dengan sebab-sebab yang sebenarnya, ia lebih senang mendatangkan alasan lain yang lebih mengena serta estetik, yaitu dengan mengatakan bumi Mesir sedang menari sebagai rasa suka cita terhadap keadilan yang dilakukan oleh seseorang yang dipuja.

Melalui tiga contoh tersebut di atas, dapat diketahui adanya kemampuan penyair memalingkan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa yang sebenarnya, dengan mendatangkan alasan lain yang bukan sebenarnya, namun bernilai sastra dan sesuai dengan tujuan yang diinginkannya. Gaya bahasa yang demikian ini dalam ilmu Badi’ dinamakan Husnut-ta’lil.[1]

            Hifny Bik Nashif memberikan definisi Husnut-Ta-lil dengan:

حسن التعليل هو أن يدعى لوصف علة غير حقيقة فيها غرابه

Artinya:

Husnut-ta’lil adalah mengemukakan alasan sebab terjadinya sesuatu yang tidak sebenarnya bagi suatu keadaan, yang dalam alasan itu ada keanehan.[2]

Ali Jarim mendefinisikan dengan:

ضالغر تناسب طريفة دبية أ بعلة ويأتى  المعروفة الشئعلةوضمناأ صراحة الأديب ينكر أن

إليه بقصد الذى

Artinya:

Husnut-ta’lil adalah seorang sastrawan mengingkari secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi terjadi suatu peristiwa yang dikenal oleh masyarakat umum, sehubungan dengan itu, ia lebih senang mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra/estetik serta sesuai dengan tujuan yang dicapai.[3]

            Dengan susunan redaksi yang sedikit berbeda namun lebih lengkap, Al-Hasyimi mendefinisikan dengan:

حسن التعليل هو أن ينكر الأديب صراحة أوضمنا علة الشئ المعروفة ويأتى بعلة ادبتة طريفة لها اعتبار لطيف ومشتملة على دقة النظر بحيث تناسب الغرض الذى يرمى اليه

Artinya:

Husnut-ta’lil adalah seorang sastrawan mengingkari sebab terjadi sesuatu peristiwa yang telah dikenal masyarakat umum secara terang-terangan atau sembunyi kemudian mendatangkan alasan lain yang lebih bernilai sastra dan lembut, mencakup pengamatan yang dalam, serta sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.[4]

Daftar Pustaka

Anonim. Kaidah Tata Bahasa Arab Nahwu Shorof Balaghoh Bayan-Ma’ani-Badi’. Jombang: Darul Ulum Press.

Idris, Mardjoko. 2007. Ilmu balaghoh antara Al-Bayan dan al-Badi’. Yogyakarta: Teras.

Idris, Mardjoko. 2014.  Ilmu Badi’: Kajian Keindahan Bahasa. Yogyakarta: Karya Media.

Al-Tarim, A & Amin, M. 2013. Terjemahan Al-Balaghotul Waadihah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sumber: Kitab Al-Balaghah Al-Wadihah, karya ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin

[1] Mardjoko Idris, Ilmu Badi’: Kajian Keindahan Bahasa, hal. 63-65

[2] Anonim, Kaidah Tata Bahasa Arab Nahwu Shorof Balaghoh Bayan-Ma’ani-Badi’,hal. 509

[3] Mardjoko Idris, Ilmu balaghoh antara Al-Bayan dan al-Badi’, hal. 85

[4] Ali Al-Tarim dan Musthafa Amin,Terjemahan Al-Balaghotul Waadihah, hal 416

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pengelolaan Kelas

Makalah Ilmu Badi' Balaghah

Makalah Al-Istikhfam dan Al-Istihrad